Foto oleh cottonbro studio: https://www.pexels.com/id-id/foto/gadis-berkemeja-pink-memegang-kacamata-berbingkai-merah-6471424/

Pendidikan “Seks” Untuk Remaja Ngajarin Seks?

Saat mendengar kata “seks” sebagian besar orang berpikir hubungan seksual atau hubungan intim suami istri. Akhirnya pendidikan seks sering dihubungkan dengan suatu informasi yang berkaitan dengan aktivitas seksual. Tapi apakah benar demikian?

Kata “seks” bermakna jenis kelamin secara biologis yaitu laki – laki atau perempuan, lalu, pendidikan seks yang sering disebut – sebut pada dasarnya merupakan pendidikan kesehatan reproduksi atau pendidikan seksualitas yang mencakup pemahaman terkait organ – organ reproduksi, fungsinya, perawatan, bahkan hingga aspek psikologis dan sosial dari seksualitas seseorang. Aktivitas seksual hanya sebagian kecil dari pendidikan kesehatan reproduksi itu sendiri yang mencakup perilaku seksual berisiko.

Pendidikan Kesehatan Reproduksi atau dikenal juga sebagai Pendidikan Seksualitas telah diakui secara ilmiah dapat meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan seseorang. Saking pentingnya informasi terkait perkembangan seksualitas untuk remaja (10 – 24 tahun) yang berada dalam masa pubertas, pendidikan seksualitas yang komprehensif telah direkomendasikan oleh UNESCO dalam modul ITGSE (International Technical Guidance on Sexuality Education) yang dapat digunakan sebagai acuan oleh pemerintah, penyelenggara pendidikan, orang tua, organisasi masyarakat, dan pihak lainnya.

Kenapa harus mulai dari sejak dini usia anak hingga remaja?

Masa pubertas atau dikenal juga sebagai masa – masa pematangan organ reproduksi manusia terjadi pada usia anak atau remaja yang dimulai berbeda – beda pada tiap individu ada yang dimulai sejak usia 8 – 13 tahun untuk perempuan dan usia 9 – 14 tahun untuk laki – laki. Pubertas dikaitkan dengan perubahan hormonal, psikologis, dan perubahan fisik. Pada perempuan, pubertas ditandai dengan perkembangan payudara, pertumbuhan rambut pada area vagina, dan menstruasi. Sedangkan pada laki – laki terjadinya perubahan ukuran penis, perubahan suara, dan perubahan tinggi badan.[1]

Tidak hanya perubahan tubuh yang dapat dilihat, perkembangan seksualitas manusia juga termasuk proses pematangan emosional secara psikologis. Untuk itu, sering kita dengar sebutan remaja ababil atau remaja lebih cepat marah atau sensitif, kondisi tersebut pada dasarnya alamiah terjadi karena proses pematangan otak juga terjadi di usia remaja khususnya yang mengatur terkait regulasi emosi.

Menurut WHO (World Health Organization) usia remaja awal (10 – 19 tahun) merupakan waktu yang sangat penting untuk menentukan kualitas kesehatan seseorang saat ia beranjak dewasa dan juga disebut sebagai usia seseorang dalam status kesehatan yang optimal.[2] Meskipun dianggap sebagai tahap kehidupan yang sehat, ada kematian, penyakit, dan cedera yang signifikan terjadi pada masa remaja yang sebenarnya dapat dicegah atau diobati. Selama fase ini, remaja memiliki pola perilaku – misalnya, terkait dengan diet, aktivitas fisik, penggunaan zat adiktif, dan aktivitas seksual – yang dapat melindungi kesehatan mereka dan kesehatan orang lain di sekitar mereka, atau membahayakan kesehatan mereka sekarang dan di masa depan.

Apa Sebenarnya Tujuan dan yang Dibicarakan Dalam Pendidikan Seksualitas?

Oleh karena usia remaja merupakan masa krusial dalam siklus kehidupan manusia khususnya terkait perkembangan seksualitasnya baik secara fisik, psikologis, sosial, maka informasi – informasi yang memberikan pemahaman dan keterampilan remaja dalam menghadapi perubahan tersebut sangat penting. United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) merumuskan sebuah paket informasi yang disebut ITGSE (International Technical Guidance on Sexuality Education) yang memberi panduan pelaksanaan pendidikan seksualitas komprehensif.[3]

Pendidikan Seksualitas yang komprehensif ini bertujuan untuk membekali anak-anak dan remaja terkait pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai yang akan memberdayakan mereka untuk:

  • Menyadari kesehatan, kesejahteraan dan martabat mereka;
  • Mengembangkan hubungan sosial dan seksual yang saling menghormati;
  • Mempertimbangkan bagaimana pilihan mereka memengaruhi kesejahteraan mereka sendiri dan kesejahteraan orang lain; dan,
  • Memahami dan memastikan perlindungan hak-hak mereka sepanjang hidup mereka

Dalam mencapai tujuan tersebut, pendidikan seksualitas tidak hanya membicarakan mengenai organ reproduksi, namun lebih dari itu. Pendidikan seksualitas disebut komprehensif apabila mencakup atau topik- topik sebagai berikut:

  1. Hubungan atau Relasi
  2. Nilai, Hak, Budaya dan Seksualitas
  3. Pemahaman Gender
  4. Kekerasan dan Keamanan
  5. Keterampilan untuk menjadi sehat dan sejahtera
  6. Tubuh Manusia dan Perkembangannya
  7. Seksualitas dan Perilaku Seksual
  8. Kesehatan Seksual dan Reproduksi

Dalam memberikan informasi – informasi tersebut, hal yang juga digarisbawahi adalah informasi yang diberikan harus sesuai dengan perkembangan usia anak sehingga tepat sasaran dan tepat guna.

Terakhir, sebagai jawaban atas dugaan pendidikan seks apakah ngajarin seks? Tentu tidak. Bahkan aktivitas seksual pun hanya dibahas sedikit dalam pendidikan seksualitas komprehensif yang bertujuan untuk membekali remaja agar mampu memahami perilaku seksual yang berisiko hingga mencegah kekerasan seksual.

[1] https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK534827/

[2] https://www.who.int/health-topics/adolescent-health#tab=tab_1

[3] https://www.unfpa.org/sites/default/files/pub-pdf/ITGSE.pdf

Share this post

Scroll to Top